Selasa, 06 November 2012

Gadis 7 tahun Penjual Pepes Mangga

Sekarang banyak sekali acara-acara reality show yang mngungkap kehidupan orang-orang yang kurang mampu, misalnya jika aku menjadi, orang pinggiran, dan masih banyak lagi lainnya. Reality show ini mengungkap kehidupan nyata seorang yang kurang mampu dalam mengahapi segala masalah kehidupannya. Dan acara ini bisa dibilang baik ditonton oleh semua orang dari berbagai umur dan berbagai macam kalangan. Karena dari acara tersebut banyak segi positif yang dapat kita ambil, yang salah satunya melalui kisah perjuangan hidup mereka yang jauh dari kata layak tetapi mereka tetap bersemangat untuk tetap menjalani hidupnya.
Salah satu kisah yang pernah saya tonton dan membuat saya terenyuh dalam kisah tersebut, yaitu kisah perjuangan gadis berumur 7 tahun bernama siti yang rela banting tulang untuk membiayai kehidupan keluarganya. Hal ini bermula semenjak sekitar 2 tahun yang lalu ibunya mengalami sakit struke yang semakin lama semakin mematikan fungsi-fungsi saraf di tubuhnya dan membuat tubuhnya tergolek lemah tak berdaya. Sehingga mengahruskannya untuk istirahat total dan tidak bisa bekerja lagi seperti dulu. Dulu keluarga ini dianggap lumayan mampu karena dulu ibu dan ayahnya bekerja disalah satu pabrik sebagai karyawan kontrakan. Dan setelah kontrak masa bekerja mereka habis, ayahnya menjadi pekerja serabutan yang bekerja dari kota ke kota dan hanya bisa pulang 1 bulan sekali, itupun kalau sang ayah mempunyai ongkos untuk pulang, karena bisa dibayangkan penghasilan pekerja serabutan itu tidak seberapa daripada gaji seorang pekerja tetap. Sedangkan sang ibu setelah habis masa kerja dari pabrik itu mengalami sakit struke dan tergolek lemah sehingga raganya tidak mampu bekerja untuk membiayai perekonomian keluarganya seperti dulu. Dan dengan keadaan keluarganya seperti ini, akhirnya siti gadis berumur 7 tahun tersebut tergerak hatinya untuk membantu perekonomian keluarganya yaitu sebagai tulang punggung keluarga dengan berjualan pepes mangga muda keliling kampung. Memang dalam keluarganya tersebut masih ada kakek dan nenek Siti, tetapi usia dari nenek dan kakek Siti itu sudah sangat tua dan tidak mungkin bisa untuk bekerja keras selayaknya dulu waktu masih muda, mungkin mereka hanya bisa membantu sedikit sekuat tenaga mereka. Setiap pagi Siti berjalan keliling dari kebun ke kebun lain milik tetangga sekitar untuk mencari mangga-mangga yang jatuh di tanah. Dia hanya bisa memungut mangga-mangga yang jatuh di tanah milik tetangga karena kurangnya modal untuk membeli mangga-mangga di pasar. Bahkan tidak heran mangga-mangga yang jatuh bentuknya sudah penyok bahkan berlubang. Tetapi dengan teguh Siti berjalan dari kebun ke kebun demi mengumpulkan mangga-mangga yang jatuh dengan ditemani adik laki-lakinya Agus yang masih berumur 3 tahun. Jangan bayangkan dengan berjalan dari kebun ke kebun mendapatkan banyak mangga, itu salah besar. Dari beberapa pohon yang sudah dia kelilingi, dia hanya mendapat maksimal 10 mangga tergantung seberapa banyak mangga yang jatuh dari pohonnya tersebut. Tak heran bahkan dia pernah hanya mendapat Cuma 2 mangga. Tetapi dia tetap bersyukur masih ada mangga yang jatuh dari pohon-pohon tersebut. Dengan mendapat mangga seadanya tersebut dia bawa mangga-mangga itu pulanh kerumah untuk dimasak menjadi pepes bersama neneknya. Dan dari mangga yang dipungut dan dimasak tersebut hanya menghasilkan maksimal hanya sekitar 20 bungkus pepes yang dihargai perbungkusnya 2000 rupiah. Siti berbeda dengan gadis-gadis kecil lain seumurannya. Sepulang sekolah dia tidak bisa bermain seperti teman-teman sebayanya, namun dia harus menjual pepes mangga bikinannya bersama neneknya itu keliling kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarganya. Walaupun hasil dari penjualan pepes mangga tersebut tak banyak bahkan jauh dai kata banyak, namun Siti tetap semangat , bahkan dia mempunyai cita-cita ketika nanti dia ingin membiayai sendiri untuk sekolah adeknya Agus yang masih berusia 3 tahun itu dengan hasil berjualan pepesnya tersebut. Sungguh mulia bukan cita-cita Siti? Bayangkan saja seorang gadis yang masih berumur 7 tahun yang rela menjadi tulang punggung keluarga yang rela meninggalkan waktu bermain bersama teman-teman sebayanya untuk menghidupi keluarganya. Sedangkan di sisi lain masih banyak orang-orang yang masih kurang puas dengan apa saja yang sudah dimilikinya dan justru suka menghambur-hamburkan uang demi kesenangan mereka semata tanpa memikirkan nasib orang lain yang lebih membutuhkan.
Dan disisi lain mungkin disana masih banyak siti-siti yang lain dengan nasib yang sama cerita berbeda yang membutuhkan uluran tangan dari kita semua yang mempunyai nasib yang lebih baik dan lebih beruntung dari mereka. Dan sebagai makhluk sosial kita harus saling membantu antar sesama terutama kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dari kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar