Sekarang banyak sekali
acara-acara reality show yang mngungkap kehidupan orang-orang yang kurang
mampu, misalnya jika aku menjadi, orang pinggiran, dan masih banyak lagi
lainnya. Reality show ini mengungkap kehidupan nyata seorang yang kurang mampu
dalam mengahapi segala masalah kehidupannya. Dan acara ini bisa dibilang baik
ditonton oleh semua orang dari berbagai umur dan berbagai macam kalangan. Karena
dari acara tersebut banyak segi positif yang dapat kita ambil, yang salah
satunya melalui kisah perjuangan hidup mereka yang jauh dari kata layak tetapi
mereka tetap bersemangat untuk tetap menjalani hidupnya.
Salah satu kisah yang pernah saya
tonton dan membuat saya terenyuh dalam kisah tersebut, yaitu kisah perjuangan gadis
berumur 7 tahun bernama siti yang rela banting tulang untuk membiayai kehidupan
keluarganya. Hal ini bermula semenjak sekitar 2 tahun yang lalu ibunya
mengalami sakit struke yang semakin lama semakin mematikan fungsi-fungsi saraf
di tubuhnya dan membuat tubuhnya tergolek lemah tak berdaya. Sehingga mengahruskannya
untuk istirahat total dan tidak bisa bekerja lagi seperti dulu. Dulu keluarga
ini dianggap lumayan mampu karena dulu ibu dan ayahnya bekerja disalah satu
pabrik sebagai karyawan kontrakan. Dan setelah kontrak masa bekerja mereka
habis, ayahnya menjadi pekerja serabutan yang bekerja dari kota ke kota dan
hanya bisa pulang 1 bulan sekali, itupun kalau sang ayah mempunyai ongkos untuk
pulang, karena bisa dibayangkan penghasilan pekerja serabutan itu tidak
seberapa daripada gaji seorang pekerja tetap. Sedangkan sang ibu setelah habis
masa kerja dari pabrik itu mengalami sakit struke dan tergolek lemah sehingga
raganya tidak mampu bekerja untuk membiayai perekonomian keluarganya seperti
dulu. Dan dengan keadaan keluarganya seperti ini, akhirnya siti gadis berumur 7
tahun tersebut tergerak hatinya untuk membantu perekonomian keluarganya yaitu
sebagai tulang punggung keluarga dengan berjualan pepes mangga muda keliling
kampung. Memang dalam keluarganya tersebut masih ada kakek dan nenek Siti,
tetapi usia dari nenek dan kakek Siti itu sudah sangat tua dan tidak mungkin
bisa untuk bekerja keras selayaknya dulu waktu masih muda, mungkin mereka hanya
bisa membantu sedikit sekuat tenaga mereka. Setiap pagi Siti berjalan keliling
dari kebun ke kebun lain milik tetangga sekitar untuk mencari mangga-mangga
yang jatuh di tanah. Dia hanya bisa memungut mangga-mangga yang jatuh di tanah
milik tetangga karena kurangnya modal untuk membeli mangga-mangga di pasar. Bahkan
tidak heran mangga-mangga yang jatuh bentuknya sudah penyok bahkan berlubang. Tetapi
dengan teguh Siti berjalan dari kebun ke kebun demi mengumpulkan mangga-mangga
yang jatuh dengan ditemani adik laki-lakinya Agus yang masih berumur 3 tahun. Jangan
bayangkan dengan berjalan dari kebun ke kebun mendapatkan banyak mangga, itu
salah besar. Dari beberapa pohon yang sudah dia kelilingi, dia hanya mendapat
maksimal 10 mangga tergantung seberapa banyak mangga yang jatuh dari pohonnya
tersebut. Tak heran bahkan dia pernah hanya mendapat Cuma 2 mangga. Tetapi dia
tetap bersyukur masih ada mangga yang jatuh dari pohon-pohon tersebut. Dengan
mendapat mangga seadanya tersebut dia bawa mangga-mangga itu pulanh kerumah
untuk dimasak menjadi pepes bersama neneknya. Dan dari mangga yang dipungut dan
dimasak tersebut hanya menghasilkan maksimal hanya sekitar 20 bungkus pepes
yang dihargai perbungkusnya 2000 rupiah. Siti berbeda dengan gadis-gadis kecil
lain seumurannya. Sepulang sekolah dia tidak bisa bermain seperti teman-teman
sebayanya, namun dia harus menjual pepes mangga bikinannya bersama neneknya itu
keliling kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarganya. Walaupun
hasil dari penjualan pepes mangga tersebut tak banyak bahkan jauh dai kata
banyak, namun Siti tetap semangat , bahkan dia mempunyai cita-cita ketika nanti
dia ingin membiayai sendiri untuk sekolah adeknya Agus yang masih berusia 3
tahun itu dengan hasil berjualan pepesnya tersebut. Sungguh mulia bukan
cita-cita Siti? Bayangkan saja seorang gadis yang masih berumur 7 tahun yang
rela menjadi tulang punggung keluarga yang rela meninggalkan waktu bermain
bersama teman-teman sebayanya untuk menghidupi keluarganya. Sedangkan di sisi
lain masih banyak orang-orang yang masih kurang puas dengan apa saja yang sudah
dimilikinya dan justru suka menghambur-hamburkan uang demi kesenangan mereka
semata tanpa memikirkan nasib orang lain yang lebih membutuhkan.
Dan disisi lain mungkin disana
masih banyak siti-siti yang lain dengan nasib yang sama cerita berbeda yang
membutuhkan uluran tangan dari kita semua yang mempunyai nasib yang lebih baik
dan lebih beruntung dari mereka. Dan sebagai makhluk sosial kita harus saling
membantu antar sesama terutama kepada orang-orang yang membutuhkan uluran
tangan dari kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar